Riang Panjaitan (duduk) |
Riang
Panjaitan merupakan wartawan yang disegani dengan tulisannya yang enak dibaca
dan berimbang. Dia terkenal dengan tubuhnya yang tinggi besar dan rambut
gondrongnya. Selama kariernya dia banyak menulis soal sepak bola dan tinju
serta hiburan.
Melihat sosoknya yang tinggi besar
banyak yang menyangka wartawan Sinar Pagi dan Berita Kota ini sangar. Namun sebenarnya dia memiliki penampilan
dan hati yang lembut. Sehingga banyak rekan wartawan dan para juniornya bukan
sekadar akrab namun sering meminta nasehat dan masukan soal masalah penulisan
maupun tentang olahraga di Indonesia.
Kini Bang Riang yang lahir 24 Juni
1954 sudah meninggalkan kita. Selamat jalan Bang. Beristirahatlah dengan tenang
……
Berikut
bebera coretan dari rekan-rekan almarhum
yang SIWO PUSAT COM kutip dari akun facebook masing-masing.
Yon Moeis
Selamat jalan Abangda Riang Panjaitan, kita tak lagi
bercerita tentang masa lalu yang indah itu. dulu, ketika kita sama-sama jadi
wartawan di Senayan, wartawan yang Abang katakan cuma mampu jalan kaki, Abang
mengajarkan aku banyak hal; soal kejujuran, persahabatan, dan memelihara
pertemanan dengan baik. dan, aku ingat Abang pernah mengatakan bahwa kita tak
boleh mengemis kepada nara
sumber. Bang Riang, aku sedih, tapi aku tak boleh menangis. Aku hanya ingin
menyertai doa dalam perjalanan pulang Abang, dan aku akan selalu ingat
masa-masa indah kita dulu di Senayan. Bang Riang, selamat jalan, damailah di sana .....
Suhartono Sanjoto
Terlalu banyak kenangan indah selama aku mengenal Bang Riang
Panjaitan. Abang inilah yang banyak memberiku pelajaran, terutama penulisan
sepakbola dan olahraga, termasuk diskusi soal seni (nyanyi). Kritik Bang Riang
kepada peserta audisi nyanyi di sejumlah televisi, memperkaya ilmu dan
pengetahuanku soal dunia tarik suara.
Meskipun aku membuat pola pemberitaan olahraga Berita Kota,
namun Bang Riang memberikan banyak sekali masukan. Apalagi kalau menyangkut
penulisan, angle.
Banyak kenangan bersama Bang Riang: abang, sahabat, guru.
Selamat jalan Bang!
Cocomeo News
Selamat Jalan Sobat !
WARTAWAN TELADAN
Selama sesama menjadi jurnalis di lingkungan olharaga
kawasan Senayan, Riang Panjaitan adalah wartawan yang punya sikap yang jujur,
cek & ricek, dan selalu memiliki beritanya sangat 'balance', bahkan tak
pernah menyudutkan sumber berita atau pun obyek berita.
Setiap berdebat, juga selalu lebih jeli melihat obyek dari
sisi yang teduh dan sejak. Bahkan, selalu menjadi tempat mengadu para jurnalis
seangkata atau pun yuniornya dengan bijak. Tidak banyak wartawan yang memiliki
'hati' dalam menulis apa saja. Kami, dan keluarganya sangat kehilangan untuk
referensi berdiskusi.
Baru saja, rekan yang paling dekat M. Nigara mengirim
puisinya kepada sahabatnya untuk bisa dicemplungi ke akun CN.
UNTUKMU SAHABAT
Sahabat,
Tak terasa sungguh
Hari-hari kita melangkah
Hari-hari kita tertawa
Hari-hari kita berdebat
Telah sampai di titiknya…
Sahabat,
Ingatkah ketika kita berkenalan?
Ingatkah ketika kita sama mengejar?
Ingatkah ketika kita dikira rampok?
Atau, ingatkah engkau ketika setas dolar Amerika
milik Oom Benny Mulyono dipercayakan kepada kita?
Sahabat,
Satu-satu kalian meninggalkan aku engkau dan para sahabat
lain telah sampai pada pelabuhan paling akhir bahteramu akan segera berlayar
Layar akan membawamu menuju DIA…begitu juga para sahabat
lain yang telah lebih dulu berlabuh di tempatNYA
Sahabat,
Aku tak tahu, kapan waktuku datang
Aku masih harus terus meraba
Aku masih terus berusaha
Aku masih tetap waspada
Aku Percaya, kita pasti bisa kembali bersama….
Sahabat,
Kepulangan adalah duka
Duka bagi kami yang tertinggal
Semoga kepulangan jadi bahagia
Bagimu yang telah berjalan di depan…
Sahabat,
Dari lubuk hatiku yang terdalam
Maafkanlah segala kekhilafanku
Sobat, Jalan dan jalanlah terus
Jangan lagi engkau ragu sang Khalik telah menunggu…
Untuk sahabatku Pariang Panjaitan Cinere.17 Februari 2014
Percakapan Obrolan Berakhir
Selamat jalan sobat !
Selamat Jalan Sobat ! WARTAWAN TELADAN Selama sesama menjadi
jurnalis di lingkungan olharaga kawasan Senayan, Riang Panjaitan adalah
wartawan yang punya sikap yang jujur, cek & ricek, dan selalu memiliki
beritanya sangat 'balance', bahkan tak pernah menyudutkan sumber berita atau
pun obyek berita. Setiap berdebat, juga selalu lebih jeli melihat obyek dari
sisi yang teduh dan sejak. Bahkan, selalu menjadi tempat mengadu para jurnalis
seangkata atau pun yuniornya dengan bijak. Tidak banyak wartawan yang memiliki
'hati' dalam menulis apa saja. Kami, dan keluarganya sangat kehilangan untuk
referensi berdiskusi. Baru saja, rekan yang paling dekat M. Nigara mengirim
puisinya kepada sahabatnya untuk bisa dicemplungi ke akun CN. UNTUKMU SAHABAT
Sahabat, Tak terasa sungguh Hari-hari kita melangkah Hari-hari kita tertawa
Hari-hari kita berdebat Telah sampai di titiknya… Sahabat, Ingatkah ketika kita
berkenalan? Ingatkah ketika kita sama mengejar? Ingatkah ketika kita dikira
rampok? Atau, ingatkah engkau ketika setas dolar Amerika milik Oom Benny
Mulyono dipercayakan kepada kita? Sahabat, Satu-satu kalian meninggalkan aku
engkau dan para sahabat lain telah sampai pada pelabuhan paling akhir bahteramu
akan segera berlayar Layar akan membawamu menuju DIA…begitu juga para sahabat
lain yang telah lebih dulu berlabuh di tempatNYA Sahabat, Aku tak tahu, kapan
waktuku datang Aku masih harus terus meraba Aku masih terus berusaha Aku masih
tetap waspada Aku Percaya, kita pasti bisa kembali bersama…. Sahabat,
Kepulangan adalah duka Duka bagi kami yang tertinggal Semoga kepulangan jadi
bahagia Bagimu yang telah berjalan di depan… Sahabat, Dari lubuk hatiku yang
terdalam Maafkanlah segala kekhilafanku Sobat, Jalan dan jalanlah terus Jangan
lagi engkau ragu sang Khalik telah menunggu… Untuk sahabatku Pariang Panjaitan
Cinere.17 Februari 2014 Percakapan Obrolan Berakhir Selamat jalan sobat !
Widhy Purnama
Bang Riang dalam Kenanganku
Meskipun selama menjadi 'kuli tinta' di Senayan, saya sangat
jarang meliput sepak bola, tetapi saya punya kedekatan tersendiri dengan
wartawan PSSI yang satu ini. Ya. dia Bang Riang ( Riang Panjaitan) yang kala
itu bernaung di bawah bendera Surat Kabar "Sinar Pagi".
Kami bisa dekat, karena saya yang waktu ngantor di Harian
"Berita Yudha" bertetangga dengan kantor "Sinar Pagi".
Tetapi bukan karena kantor kami bersebalahan, melainkan karena kalau kantong
saya lagi kosong plong, selalu numpang naik taksi. Bang Riang yang bayarin.
Soal naik taksi, saya punya kenangan cerita aneh sekaligus
lucu. Setiap kali Bang Riang mengacungkan jari telunjuknya, tidak ada satupun
taksi yang mau berhenti. Padahal, sudah jelas taksinya kosong. Akhirnya, dia
menyuruh saya yang menyetop. Benar. Acungan jari saya lebih ampuh.
"Kenapa setiap taksi yang Abang stop enggak ada yang
mau berhenti tadi Bang," tanya saya setelah duduk di dalam taksi.
Bang Riang diam sejenak, lalu berujar dengan suara pelan
seakan tidak ingin supir taksi di depan kami mendengar. "Mungkin supir
taksi takut melihat tampang aku. Seram mungkin," ujarnya.
Bang Riang ketika itu memiliki tubuh yang gendut dan besar,
rambutnya gondrong ikal dan kumisnya hampir menutupi seluruh bibirnya. Bahkan
menyatu dengan jenggotnya. Tak heran jika supir taksi merasa ngeri melihatnya.
Tetapi, ini justru menjadi berkah buat saya, karena sejak itu dia selalu
mengajak saya bareng ke kantor dari Senayan. Tugas saya cuma menyetop taksi,
sedang urusan bayar ya bang Riang.
Selama di taksi itulah juga saya banyak menyedot ilmu-ilmu
jurnalistik dari bang Riang lewat obrolan. Semua pertanyaan dijawabnya dengan
lugas dan jelas, tapi sekaligus kadang kocak.
Misalnya, pernah saya tanya, "apa sih sebenarnya
definisi lead dalam berita itu, Bang?"
"Ya kepala kau itu lead," tukasnya. "Muka kau
itu juga lead," tambahnya.
Saya cuma tersenyum mendengar jawaban itu.
"Tau enggak kau maksud aku?" tanya Bang Riang,
hingga membuat aku langsung menyembunyikan senyumku.
"Maksud aku lead itu kepala berita ya seperti kepala
kau itu. Bayangkan macam mana kalau kau tanpa kepala, seperti itulah berita
tanpa lead. Paham kau!"
Aku mengangguk.
Bang, sudah sebegitu dekat kita. Begitu pula, sudah
sedemikian lama kita tak jumpa. Namun, kedekatan itu serasa kukecap lagi,
ketika facebook mempertemukan kita kembali di dunia maya.
Kini kita sudah harus berpisah lagi dan lebih jauh pula.
Abang pergi untuk selama-lamanya.
Selamat jalan Bang Riang. Semoga Tuhan ampuni segala dosa.
Amin.
Teruna Jaya Ginting
Bang Riang Panjaitan, saat ini sudah tak ada kata yg tepat
untuk diucapkan. Kata seakan tak bermakna. Yang pasti, kami sangat kehilangan.
Engkau guru, engkau saudara, engkau juga sahabat. Banyak cerita kita jalani
bersama, banyak hal membuat benang merah terjalin erat di antara hati kita.
Selamat jalan ke Rumah Bapa, Bang Riang.
Marah Sakti Siregar
Baru mendapat kabar duka sorg teman lama: Riang Panjaitan,
wartawan senior di peliputan olahraga, meninggal dunia sekitar pkl 02.30wib
dini hour tadi di RS Cikini, Jkt. Alm kena ckp lama kenastroke dan invalid. Tp,
semangat hidupnya trs menyala. Terutama utk mengantarkan dua puterinya yg
bersuara bagus agar dpt meniti karier sbg penyanyi. Selamat jalan, sobat.
Semoga beristirahat dalam damai. RIP.
Zulkarnain Alregar
Telah berpulang dgn damai, saudara kita, sahabat kita, abang
kita: wartawan senior Pariang Panjaitan pada Minggu (15/2) pukul 05.00. Semoga
amal ibadah diterima di sisi Nya, amin. Jenazah disemayamkan di rumah duka RS
Cikini Jakarta Pusat.
Riang Panjaitan
Papa telah dipanggil Bapa ke surga jam 3 tadi. Tolong
dimaafkan kesalahan papa selama ini. Terima kasih - sarah
Cocomeo Cacamarica
AYO, Riang.........Jangan Bosan Menulis............
Sabtu tengah malam (15 Februari), saya Neta S Pane
menyempatkan datang di ruangan ICCU Rumah Sakit Cikini, kawasan Raden Saleh.
Ternyata sahabat kita sedang terbaring, dengan sesak napas yang sungguh
menyulitkan. Gula darahnya yang siang tadi mencapai 450, kini sebetulnya sudah
mendingan sekitar 200.
Namun, karena infeksi menjangkit ke seluruh tubuh, sehingga
kondisinya lumayan tidak menggembirakan. Ayo Riang.........kita-kita rindu
tulisanmu yang kritis di facebook setiap ada event-event dunia kesenian,
khususnya musik.
AYO, Riang.........Jangan Bosan Menulis............ Sabtu
tengah malam (15 Februari), saya dan Neta S Pane menyempatkan datang di ruangan
ICCU Rumah Sakit Cikini, kawasan Raden Saleh. Ternyata sahabat kita sedang
terbaring, dengan sesak napas yang sungguh menyulitkan. Gula darahnya yang
siang tadi mencapai 450, kini sebetulnya sudah mendingan sekitar 200. Namun,
karena infeksi menjangkit ke seluruh tubuh, sehingga kondisinya lumayan tidak
menggembirakan. Ayo Riang.........kita-kita rindu tulisanmu yang kritis di
facebook setiap ada event-event dunia kesenian, khususnya musik.
>>>> Kunjungi Sumber Asli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar